Di tengah kemajuan zaman dan hiruk pikuk kota, ada satu pengalaman wisata yang semakin dicari: kembali ke akar budaya dan hidup berdampingan dengan masyarakat lokal. Tinggal di desa adat, menyatu dalam kehidupan sehari-hari warganya, bukan hanya menawarkan ketenangan, tetapi juga memberikan perspektif baru tentang makna kehidupan yang sederhana namun kaya makna.

Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki ratusan desa adat yang tersebar dari ujung barat hingga timur. Setiap desa memiliki keunikan budaya, kearifan lokal, dan tradisi yang masih dijaga turun-temurun. Menginap di desa adat bukan sekadar menjadi tamu, tapi menjadi bagian dari kehidupan komunitas yang erat dengan alam dan nilai-nilai leluhur.

Berikut beberapa desa adat di Indonesia yang menawarkan pengalaman autentik bagi pelancong yang ingin “merasakan hidup ala lokal”.

1. Desa Adat Wae Rebo – Flores, Nusa Tenggara Timur

Terletak di pegunungan pada ketinggian sekitar 1.200 meter di atas permukaan laut, Desa Wae Rebo dikenal sebagai desa adat yang terisolasi dan hanya bisa dicapai dengan trekking selama 2–3 jam dari desa terdekat.

Wae Rebo memiliki rumah adat berbentuk kerucut yang disebut Mbaru Niang. Tinggal di sini berarti tidur di rumah bersama warga, makan makanan lokal yang dimasak dengan kayu bakar, dan ikut dalam kegiatan seperti menenun atau berkebun.

Yang membuat pengalaman di Wae Rebo istimewa adalah keheningan dan keramahan warga. Tanpa sinyal telepon dan listrik terbatas, para pelancong diajak untuk melepaskan diri dari ketergantungan pada teknologi dan benar-benar meresapi kehidupan masyarakat adat yang masih menjaga nilai leluhur Manggarai.

2. Desa Adat Baduy – Banten

Kurang dari lima jam dari Jakarta, terdapat sebuah komunitas yang menolak modernisasi: Suku Baduy di pedalaman Banten. Desa-desa mereka, seperti Cibeo, Cikartawana, dan Cikeusik, menjadi contoh nyata kehidupan yang sepenuhnya menyatu dengan alam.

Suku Baduy terbagi menjadi dua: Baduy Dalam dan Baduy Luar. Wisatawan bisa menginap di rumah warga Baduy Luar, merasakan hidup tanpa listrik, kendaraan, dan alat-alat modern lainnya. Di sini, kamu akan diajak berjalan kaki menyusuri hutan, membantu warga bertani, atau sekadar bercengkrama dengan keluarga tuan rumah.

Menginap di Baduy memberikan pelajaran besar tentang kesederhanaan, kemandirian, dan harmoni dengan alam—sesuatu yang mulai dilupakan di kota besar.

3. Desa Adat Tenganan – Bali

Bali dikenal sebagai destinasi wisata dunia, namun ada sisi lain dari Bali yang lebih tenang dan otentik. Desa Tenganan di Karangasem adalah salah satunya. Desa ini dihuni oleh masyarakat Bali Aga, keturunan asli Bali yang mempertahankan budaya leluhur sebelum pengaruh Hindu Majapahit masuk ke Bali.

Desa Tenganan dikenal dengan kain Gringsing, kain tenun unik yang hanya dibuat di desa ini menggunakan teknik dobel ikat. Wisatawan bisa belajar menenun, mengikuti ritual harian, atau sekadar menikmati suasana desa yang rapi dan teratur.

Tinggal di desa ini juga berarti menyatu dengan waktu: bangun pagi, mengikuti irama kehidupan warga, dan menyaksikan bagaimana tradisi tetap hidup di tengah modernisasi Bali.

4. Desa Adat Praijing – Sumba Barat

Di Pulau Sumba, Nusa Tenggara Timur, Desa Adat Praijing berdiri di atas bukit dengan rumah-rumah beratap tinggi khas Sumba yang disebut Uma Bokulu. Desa ini menjadi salah satu contoh desa adat yang mempertahankan arsitektur, struktur sosial, dan spiritualitas leluhur.

Menginap di Praijing memberikan kesempatan langka untuk melihat langsung upacara adat, menenun kain ikat Sumba, dan merasakan kuatnya ikatan komunitas yang saling membantu dalam setiap aspek kehidupan. Para tamu disambut dengan ramah, bahkan bisa turut bergabung dalam kegiatan panen atau perayaan adat jika waktunya tepat.

5. Desa Adat Sade – Lombok

Desa Sade di Lombok Tengah merupakan rumah bagi suku Sasak yang hingga kini masih memegang teguh tradisi leluhur mereka. Rumah-rumah di desa ini terbuat dari bambu dan beratap alang-alang, dan uniknya, lantai rumah dibersihkan menggunakan campuran tanah liat dan kotoran kerbau.

Tinggal di desa Sade, wisatawan bisa belajar menenun, memainkan alat musik tradisional, atau ikut serta dalam kegiatan bertani. Sade juga menjadi tempat yang tepat untuk mengenal kehidupan komunal yang masih kuat, di mana gotong royong menjadi bagian penting dari kehidupan sehari-hari.

Menjadi Bagian dari Komunitas, Bukan Sekadar Pengunjung

Tinggal di desa adat adalah pengalaman yang mengubah cara pandang. Di tempat-tempat ini, waktu berjalan lebih lambat, dan setiap aktivitas dilakukan dengan kesadaran dan penghormatan terhadap alam dan tradisi. Bagi banyak pelancong, ini bukan hanya liburan, tapi juga proses belajar dan refleksi diri.

Pengalaman tinggal bersama warga lokal membuka mata bahwa kebahagiaan tak selalu datang dari kemewahan atau kecepatan. Justru, dalam kesederhanaan dan keterikatan sosial yang kuat, kita menemukan makna kehidupan yang sesungguhnya.

Indonesia menyimpan banyak desa adat yang menawarkan pengalaman unik dan mendalam. Dalam era serba cepat, menginap di desa adat bisa menjadi cara terbaik untuk kembali ke dasar, memaknai hidup, dan memahami budaya yang membentuk jati diri bangsa.

Bagi kamu yang ingin merasakan perjalanan yang lebih dari sekadar foto-foto cantik, cobalah tinggal di desa adat. Rasakan hangatnya sambutan warga, aroma dapur kayu, suara alam di pagi hari, dan pelajaran-pelajaran hidup yang akan terus kamu ingat, bahkan setelah perjalanan selesai.